Selamat Datang Para Alumni SMU P@nbat T.A - 03 and Visitor....
Selamat Menikmati seluruh fasilitas yang tersedia di blogger ini..


C

Rabu, 22 Juli 2009

Pemimpin Terkuat

Pemimpin Terkuat



Analisis diri dan lingkungan merupakan senjata ampuh yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dalam buku The Art of War, Sun Tzu berkata, “Barangsiapa mengenal dirinya sendiri dan mengenal musuhnya, ia senantiasa menang dengan mudah. Barangsiapa mengenal langit dan bumi, ia menang atas segalanya.” Charlie Chaplin, aktor film kelahiran Inggris, pernah ikut dalam sebuah kontes ‘Mirip Charlie Chaplin’. Ternyata ia hanya menjadi pemenang ketiga. “Masalah penting yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah seberapa baik Anda mengenal diri sendiri dan membiarkan orang lain mengenal Anda? Dan seberapa peka dan jujurkah Anda dalam menghormati dan mendengarkan suara hati atau perasaan Anda?” tulis Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf dalam Executive EQ. Winston Churchill mengatakan, “Aku selalu siap belajar meskipun aku tidak selalu suka untuk diajari.” Dalam buku CEO Logic, ditulis oleh C. Ray Johnson, Oracle dari Delphi mengatakan, “Kenalilah diri sendiri. Kenalilah kelebihan dan kelemahan Anda sendiri, tetaplah dekat dengan pelanggan dan pegawai Anda, dan beri wewenang pada staf lain dalam hal-hal yang Anda rasakan sebagai kekurangan Anda. Tetaplah selalu memikirkan hal-hal tersebut, sehingga Anda tidak mempunyai persoalan lagi. Anda memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin yang besar.”



Ketika sedang dalam kejayaan dan ketenarannya serta telah bertanding ke seluruh dunia, suatu hari Muhammad Ali berjalan kaki melewati sebuah distrik miskin di Harlem, New York, diikuti kerumunan wartawan. Pada saat sampai di sebuah gang yang penuh sampah, ia melihat seorang gelandangan yang berbaring kecapaian di tepi selokan. Setelah meminta agar para wartawan dan juru foto menjauh, Ali membungkuk dan berjongkok untuk berbincang-bincang dengan orang itu. Setelah Ali mengucapkan salam perpisahan dan beranjak, seorang wartawan bertanya kepada gelandangan tadi tentang kesannya kepada ‘Ali The Great’. “Dia memang ‘Paling Hebat’,” kata gelandangan itu. “Mengapa Anda berpendapat demikian?” tanya wartawan itu. Gelandangan itu menjawab bahwa Ali menanyakan mengapa ia sampai menjadi gelandangan. Ketika ia menceritakan kisah sedih yang dialaminya, ia melihat air mata menggenang di pelupuk mata sang Juara. Jadi, ia memandang Ali sebagai ‘Paling Hebat’ karena ‘ketika aku menangis kepadanya, ia balik menangis untukku’.



Nabi Isa AS berkata kepada Yahya bin Zakarya AS, “Jika seseorang mengingatkanmu dengan sesuatu dan mengatakan mengenai dirimu dengan benar, maka bersyukurlah kepada Allah. Jika dia berkata dusta mengenai dirimu, maka tambahkanlah rasa syukur itu karena hal itu telah menambah simpanan amalmu dan engkau menjadi orang yang tenteram. Maksudnya, kebaikan orang itu akan ditulis atas namamu dalam catatan amalmu.” Seseorang berkata kepada Rasulullah Muhammad SAW tentang seorang laki-laki. Ia mengatakan bahwa lelaki itu adalah seorang yang kuat dan pemberani. Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Bagaimana bisa seperti itu?” Orang-orang menjawab, ”Dia lebih kuat dari siapa pun dan tidak ada seorang pun yang berani menantangnya bergulat karena ia mengalahkan semua lawannya.” Rasulullah bersabda, ”Orang kuat yang pemberani adalah orang yang dapat mengalahkan dirinya sendiri, bukan orang yang dapat mengalahkan orang lain.” Pemimpin terkuat adalah pemimpin yang dapat mengalahkan dirinya sendiri.



Penulis : M. Suyanto, Ketua STMIK AKAKOM

Kepemimpinan Gaya Surga

Kepemimpinan Gaya Surga



Menurut Peter F. Drucker, kepemimpinan tidak terlepas dari kaitan budaya (kultur) yang disandang oleh masyarakat yang dilayaninya. Kultur itu bahkan tampil sebagai bagian terpadu dalam keseluruhan kepemimpinan itu, menjadi semacam bingkai yang lazim disebut gaya (style). Selanjutnya, terdapat terminologi kepemimpinan gaya Jepang atau kepemimpinan gaya Cina atau kepemimpinan gaya Barat dan seterusnya.

Kepemimpinan bertugas mengemban misi bagi lembaga yang dilayaninya, beroperasi berlandaskan budaya, bertugas mengembangkan tiap kegiatan kerja menjadi produktif, membuat agar tiap kerja berprestasi dan berlandaskan nafas, semangat, dan jiwa budaya. Dalam mengelola dampak sosial dan tanggung jawab sosial, eksistensi, dan kegiatan lembaga yang dilayaninya, pemimpin melakukannya dalam penghayatan terhadap budaya.

Di Asia Timur dan Tenggara barangkali kita dapat tanpa ragu-ragu bicara tentang budaya Jepang, budaya Korea, budaya Cina dan budaya Indonesia, di samping budaya-budaya lain yang lebih lokal dan bersifat regional. Menurut Ki Hajar Dewantara, budaya Indonesia adalah puncak dari semua kebudayaan daerah yang saling berinteraksi dan beradaptasi, kemudian berangsur-angsur larut menjadi satu kepribadian. Gaya kepemimpinan yang diajarkan Ki Hajar Dewantoro: ‘Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani’, yaitu di depan harus menjadi teladan, di tengah harus mendukung, dan di belakang harus mengikuti merupakan salah satu gaya kepemimpinan dengan landasan budaya Indonesia.

Kita juga mengenal gaya kepemimpinan Hasta Brata, yaitu kepemimpinan memiliki sifat matahari, bulan, bintang, angin, api, awan, samudra, dan bumi. Pemimpin yang memiliki sifat matahari harus mampu memberikan semangat membara dan kekuatan spirit kepada anak buahnya. Pemimpin dengan sifat bulan harus menarik, memberikan keindahan suasana kerja, dan pergaulan, serta membuat terang saat muncul kegelapan. Pemimpin yang memiliki sifat bintang harus dapat memberikan arah yang benar bagi perjalanan suatu organisasi atau lembaga. Pemimpin juga harus mempunyai sifat angin. Dia harus mampu berkomunikasi dengan baik, mampu memotivasi, dan dapat mengisi kekurangan anak buahnya dengan ungkapan kata menyejukkan, bukan sekadar mencela. Pemimpin dengan sifat api dapat bersikap tegas, dan tanpa pandang bulu menindak yang bersalah tanpa ragu-ragu. Sifat awan memiliki kewibawaan kuat, dihormati sekaligus dicintai rakyat. Pemimpin juga harus memiliki sifat samudra dan bumi. Yakni pemimpin harus mampu menampung segala permasalahan, tetap sabar dan tenang dalam memberikan solusi. Dia juga harus teguh dan kuat dalam pendirian, tetapi siap pula mendengar masukan dari mana pun untuk dijadikan bahan pertimbangan.
Sejarah membuktikan bahwa hantaman badai waktu dan zaman tidak mampu mengubah sendi-sendi dasar budaya, yaitu kepercayaan pada Dzat Yang Maha Tinggi, Sang Maha Pencipta serta kebersamaan dalam konteks kegotongroyongan. Secara sosiologis, pola dasar budaya kepemimpinan Indonesia adalah kepemimpinan paguyuban.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan anak Adam dengan delapan sifat. Empat sifat untuk ahli Surga, yaitu wajah yang manis, lisan yang fasih, hati yang suci, dan tangan yang memberi bantuan, sedangkan empat sifat yang lain untuk ahli Neraka adalah mereka yang berwajah muram, ucapan yang keji, hati yang keras, dan tangan yang tidak mau membantu.” Pemimpin yang berlandaskan akhlak dengan wajah yang manis, lisan yang fasih, hati yang suci, dan tangan yang memberi bantuan merupakan pemimpin dengan Kepemimpinan Gaya Surga.

Penulis : M. Suyanto , Ketua STMIK AMIKOM

Pribadi yang Kreatif

Pribadi yang Kreatif


“Kreativitas merupakan ciri dari tokoh-tokoh dunia yang telah mengaktualisasikan dirinya” kata Abraham Maslow. Sifat kreatif nyaris memiliki arti sama dengan kesehatan, aktualisasi diri dan sifat manusiawi yang lengkap. Sifat-sifang dikaitkan dengan kreativitas ini adalah fleksibilitas, spontanitas, keberanian, berani membuat kesalahan, keterbukaan dan rendah hati. Kreativitas tokoh-tokoh dunia ini dalam banyak hal mirip dengan kreativitas anak-anak sebelum mereka mengenal takut pada ejekan orang lain, mereka masih melihat masalah secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow sifat-sifat ini merupakat sifat-sifat yang sering hilang setelah orang menjadi dewasa. Orang yang mengaktualisasikan diri tidak kehilangan pendekatan yang segar dan naïf ini, atau jika harus kehilangan, mereka akan mendapatkannya kembali dikemudian hari. Hampir setiap anak mampu membuat lagu, puisi, lukisan, tarian, cerita atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh suatu maksud sebelumnya. George Land melaporkan dalam Break-Point and Beyond, bahwa kreativitas anak usia 5 tahun mencetak skor 98 %, anak usia 10 tahun mencetak skor 32 %, anak usia 15 tahun mencetak skor 10 %, dan orang dewasa usia 42 tahun mencetak skor hanya 2 %.

Spontanitas juga hampir memiliki arti yang sama dengan kreativitas. Orang-orang yang mengaktualisasikan diri lebih, tidak malu-malu karenanya, lebih ekspresif, wajar dan polos. Biasanya mereka tidak perlu menyembunyikan perasaan-perasaan atau pikiran-pikiran mereka atau tingkah laku yang dibuat-buat. Kreativitas menuntut kebranian, kemampuan untuk bertahan, mampu mengabaikan kritikan serta cemoohan dan mampu untuk menolak pengaruh kebudayaannya sendiri. Setiap tokoh telah memberikan bukti tentang unsur keberanian yang dibutuhkan dalam saat-saat penciptaan yang sunyi, saat mengukuhkan sesuatu yang baru. Ini sejenis kenekatan, suatu lompatan ke depan sendirian, suatu pemberontakan atau suatu tantangan. Tokoh-tokoh tersebut juga mengalami rasa takut, tetapi rasa takut tersebut dapat diatasi agar terbuka kemungkinan ke arah penciptaan. Skalipun rendah hati terhadap gagasan baru serta cepat mengakui ketidaktahuan maupun kesalahan, tetapi tetap mempunyai pendirian teguh dan rela mengorbankan popularitasnya demi membela sebuah gagasan baru. Mereka penuh percaya diri dan memiliki harga diri, sehingga dapat lebih memusatkan perhatian pada tugas yang harus diselesaikan daripada mempertahankan ego mereka sendiri.

Mereka tidak takut melakukan kesalahan-kesalahan, termasuk kesalahan bodoh. Mereka berpikir ”gila-gilaan” sebagai orang yang kreatif. Mereka fleksibel, mampu menyesuaikan diri bila situasinya berubah, mampu menghentikan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik, mampu menghadapi kebimbangan serta perubahan-perubahan kondisi tanpa mengalami ketegangan yang tidak perlu dan tidak merasa terancam oleh apapun dan siapapun. Mereka pekerja keras, mempunyai banyak inspirasi dan menghasilkan karya nyata yang mendunia. Mereka selalu bekerja keras, disiplin dan latihan. Menjadi anak-anak yang tanpa dosa, melihat dunia dengan mata lebar, tidak mengenal rasa takut pada ejekan, kesalahan kegagalan yang dipandu oleh kecerdasan spiritual akan menjadikan Anda sebagai orang yang sangat kreatif di level tertinggi.

Penulis : M. Suyanto , Ketua STMIK AMIKOM

Belajar dari Kegagalan Soichiro Honda

Belajar dari Kegagalan Honda




Kegagalan merupakan label yang seringkali kita hubungkan dengan suatu tindakan yang tidak berhasil. Saat diterapkan, label ini membuat kita dikatakan sebagai orang yang tidak mampu, sehingga hal ini dapat menurunkan semangat kita untuk menjadi orang yang sukses. Pada saat kita masih kecil, kegagalan tidak mempunyai makna karena kita tidak mempunyai konsep ’kegagalan’. Jika kita memiliki konsep kegagalan, maka kita tidak akan dapat berbicara, menulis, dan berjalan. Karena untuk berbicara, menulis, dan berjalan, kita harus melalui kegagalan yang tak terhitung jumlahnya. Demikian juga dalam dunia kepemimpinan, juga dapat meniru kegagalan kita di masa kecil dan kita dapat belajar dari kegagalan tersebut.

Soichiro Honda sudah harus keluar dari sekolah pada 1922. Ia hanya mengenyam pendidikan selama delapan tahun. Anak yang baru berusia 15 tahun dari kota kecil merasa bangga dengan memperbaiki 10 mobil pada saat ramai. Ia diangkat sebagai asisten mekanik, tetapi pekerjaannya kadang-kadang hanya sebagai ‘baby-sitter’ anak laki-laki pemilik bengkel tersebut. Honda bermimpi untuk menjadi ahli mekanik mobil dan ia tidak pernah mendapat kesempatan itu. Ia frustasi, kemudian mengemasi tasnya dan keluar dari pekerjaannya dan meninggalkan kota besar. Enam bulan kemudian, saat bengkel membutuhkannya, ia dipanggil untuk membantu memperbaiki mobil. Akhirnya, ia memperoleh peluang untuk meraih mimpinya.

Seperti halnya negara lain, Jepang dihantam depresi besar pada tahun 1930-an. Pada tahun 1938, ketika memulai membuka bengkel dan mengembangkan konsep piston berbentuk cincin, Soichiro Honda masih sekolah. Ia berencana untuk menawarkan idenya kepada Toyota Ia bekerja siang dan malam, bahkan sering tidur di bengkel. Ia selalu percaya bahwa ia dapat menyempurnakan rancangan dan memproduksi suatu produk yang bermanfaat. Untuk memulai usaha, ia menggunakan modal berupa perhiasan dari istrinya. Ketika rancangan tersebut dibuat sampel dan ditawarkan kepada Toyota, piston tersebut tidak memenuhi standar. Para teknisi mentertawakan rancangannya. Meskipun gagal, ia tetap kukuh pada pendiriannya dan belajar dari kegagalannya. Setelah dua tahun lebih bertahan dan merancang ulang, ia memenangkan kontrak dari Toyota. Ia membangun pabrik untuk memenuhi permintaan Toyota, tetapi pabriknya dibom dua kali semasa perang, sehingga menjadi berantakan. Ia tetap gigih untuk mewujudkan impiannya untuk mendirikan pabrik, tetapi sekali lagi pabriknya dihancurkan oleh gempa bumi yang dahsyat.

Setelah perang usai, terjadi kekurangan bahan bakar yang memaksa orang-orang untuk berjalan atau menggunakan sepeda. Honda membuat mesin kecil yang dapat dipasang di sepeda, tetapi ia kesulitan mendapatkan material, sehingga tidak dapat memenuhi permintaan. Honda menulis surat kepada 18.000 pemilik toko sepeda, tetapi ia hanya memperoleh uang yang sedikit. Meskipun demikian, dengan uang seadanya tersebut, ia membuat mesin kecil untuk sepeda. Pada model pertama, hasilnya terlalu memakan tempat agar dapat bekerja secara baik. Oleh karena itu, ia terus mengembangkan dan mengadaptasi sampai akhirnya menghasilkan mesin yang kecil. ‘The Super Cub’ menjadi kenyataan dan meraih sukses. Setelah sukses di Jepang, Honda mulai mengekspor ke Eropa dan Amerika

Pada 1970-an terjadi kelangkaan bahan bakar, maka di Amerika orang-orang berpindah dari kendaraan besar ke kendaraan yang lebih kecil. Honda dengan cepat menangkap trend ini. Sekarang, Honda Corporation mempunyai karyawan lebih dari 100.000 orang di Amerika dan Jepang, membawahi 43 perusahaan di 28 negara yang merupakan salah satu perusahaan kendaraan terbesar di dunia dan menjadi perusahaan peringkat 26 yang paling mengagumkan dunia pada tahun 2003. ”Apa yang dilihat orang pada kesuksesan saya hanya 1 %, tetapi apa yang tidak mereka lihat 99 %, yaitu kegagalan-kegagalan saya,” kata Soichiro Honda.

Penulis : M. Suyanto , Ketua STMIK AMIKOM
Request Member kirim e-mail: my.library3@gmail.com OR call : +971501097803-dimaZ